1. Sejarah Tari Topeng Cirebon Tari topeng Cirebon ialah satu diantaranya tarian tradisional yang berkembang dalam negara parahyangan (daerah Sunda pada Jawa Barat yang luasnya mencakup kalangan Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, juga Cianjur). Bagi cerita rakyat yang berkembang Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, adalah Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa pada Cirebon, terjadilah serangan menurut Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini tetap sakti karena memperoleh pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melongok kesaktian si pangeran ini, Sunan Gunung Jati bukan dapat menandinginya kendatipun telah dibantu tapi Sunan Kalijaga juga Pangeran Cakrabuana. Pada akhirnya sultan Cirebon memutuskan demi menghadapi kesaktian Pangeran Welang ini juga trik diplomasi kesenian. Berpedoman keputusan itulah lalu terbentuk deretan tari, dan Nyi Mas Gandasari yaitu penarinya. Selepas kesenian ini populer, pada akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, serta menyerahkan pedang Curug Sewu itu adalah pertanda cintanya. Bersamaan serta penyerahan pedang itulah, pada akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya serta selanjutnya menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji bakal jadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang jadi Pangeran Graksan. Sejalan juga berjalannya kondisi, tarian inipun kemudian makin dilihat dengan nama Tari Topeng juga tetap berkembang setelah sekarang. Selain yaitu sarana hiburan, tarian itu begitu juga pernah dijadikan ialah alat komunikasi dakwah Islam pada Cirebon pada zaman dulu
2. Perubahan Tari Topeng Cirebon Tarian itu biasanya bakal dipentaskan saat ada acara-acara kepemerintahan, hajatan sunatan, perkawinan maupun acara-acara masyarakat berikutnya. tarian itu digelar tetapi satu atau beberapa orang penari, satu sinden, dan sepuluh orang laki-laki yang memainkan sarana musik pengiring, dalam antaranya rebab, kecrek, kulanter, ketuk, gendang, gong, dan bendhe. Kostum yang digunakan biasanya selalu memperoleh unsur warna kuning, hijau juga merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, juga ampreng. Tarian itu diawali serta formasi membungkuk, formasi tersebut melambangkan penghormatan buat penonton sekaligus pertanda jika tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki segala penari digerakkan merambat maju-mundur yang diiringi dan rentangan tangan dan senyuman kepada semua penontonnya. Gerakan ini lalu disusul dan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil menggunakan topeng berwarna putih, topeng tersebut menyimbolkan jika pertunjukan pendahuluan telah dimulai. Selepas berputar-putar menggerakkan tubuhnya, lalu para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng yang berwarna putih ini dan topeng berwarna biru. Proses serupa begitu juga dipertemukan saat penari berganti topeng yang berwarna merah. Menyusul dengan pergantian topeng ini, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan seorang penari dan semakin panas. Puncak alunan musik sangat panas telah tersaji saat topeng warna merah dipakai para penari, warna topeng dan alunan musik tersebut ialah perlambangan dari tokoh yang dalam bawakan tetapi sosok penari, serta topeng putih penari menjadi satu yang alim serta lembut, sedangkan untuk topeng yang berwarna biru penari menggambarkan karakter putri yang agun serta untuk topeng berwarna merah selayaknya pementasan seni tetap ada peran antagonis dan topeng berwarna merah itu adalah perlambangan peran ini yang karakternya temperamen dengan bukan sabaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar